Rabu, 13 Juni 2012


IMPLEMENTASI POLMAS MELALUI PROGRAM PAM SWAKARSADALAM RANGKA MEMELIHARA KEAMANAN DAN KETERTIBAN MASYARAKAT DI WILAYAH HUKUM POLSEK KAWASAN PELABUHAN TIMIKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.      Latar Belakang
Di Indonesia kita mulai mengenal model perpolisian masyarakat sejak tahun 2005 meski sejatinya semenjak tahun 2000-an wacana itu sudah muncul, di Negara lain mungkin Polmas dikenal dengan istilah berbeda, di Jepang lazim disebut sebagai koban, di Amerika, Singapura, Inggris kita mengenal istilah Neighbourhood Policing atau istilah sejenis lainnya, yang esensinya tak jauh beda dengan pengertian Polmas di Indonesia. Secara general mungkin dapat ditarik benang merah, bahwa inti Polmas, Koban, Neighbourhood Policing atau istilah sejenis bisa terwakili dalam satu frase “ Community Oriented Policing “ atau jika di Indonesiakan berarti perpolisian yang berorientasi pada kebutuhan komunitas / masyarakat, yang kemudian lazim disingkat Perpolisian Masyarakat ( Polmas ).
Perubahan paradigma menuju Kepolisian sipil menuntut Polri untuk melakukan reformasi dalam berbagai aspek termasuk penentuan besarnya porsi pelaksanaan tugas pokok kepolisian.Apabila dahulu Kepolisian Negara Republik Indonesia lebih mengutamakan tugas penegakkan hukum terhadap kejahatan yang bersifat represif, maka pada saat sekarang ini tugas yang diutamakan adalah upaya pencegahan kejahatan guna pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat dengan pendekatan yang bersifat proaktif dengan mengedepankan kemitraan polisi dan masyarakat.Konsep pemberdayaan potensi masyarakat ini dikenal dengan perpolisian masyarakat (Polmas).
Implementasi Polmas di Polsek Kawasan Pelabuhan Timika menerapkan polmas model Pam Swakarsa melalui pemberdayaan potensi masyarakat berdasarkan kemauan masyarakat serta pengembangan Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM) dalam rangka memelihara ketertiban masyarakat dan mengurangi angka kejahatan di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika.


2.      Permasalahan

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka permasalahan implementasi polmas melalui program Pam Swakarsadalam rangka memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah hukum polsek metro taman sari dapat kita identifikasikan kepada persoalan – persoalan sebagai berikut :
a.       Bagaimana Implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuahan Timika ?
b.      Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhi implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika ?












BAB II
PEMBAHASAN

1.      Implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika

Berdasarkan Skep Kapolri 737 / 2005 dan no. 433 / 2006, Polres dan Polsek di seluruh Indonesia kemudian membentuk FKPM. Bersama jajaran instansi yang terkait di kawasan Pelabuhan ( Syahbandar, KPLP, dll ) Kapolsek mengumpilkan seluruh karyawan dan buruh angkut TKBM di kawasan Pelabuhan untuk memberikan ceramah soal Polmas dan  pembentukan Pam Swakarsa
Implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan dilaksanakan melalui program Pam Swakarsa. Adapun program tersebut antara lain :melalui pembentukan Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM), Patroli gabungan, Pembinaan TKBM dan TKBM kamtibmas.
Adapun kegiatan yang telah dilakukan dalam rangka implementasi polmas :sosialisasi polmas terhadap anggota polsek kawasan pelabuhan Timika, penempatan anggota polisi selaku anggota polmas disetiap kegiatan patroli gabungan, sebagai Pembina pada kegiatan Pam Swakarsa
Program kerja anggota polmas  adalah mengaudit dan mendata seluruh anggota FKPM dan para anggota TKBM dikawasan pelabuhan, melakukan pendekatan secara personal/individu,kepada setiap TKBM ,secara bertahap,simultan dan berkesinambungan, tertib pelaksanaan giat polmas diimbangi dengan tertib administrasi,guna pelaporan dan aktualisasi secara data. Adapun implementasi kerja Pam Swakarsa meliputi :meningkatkan siskamling dan Patroli gabungan, memasang portal di area parkir pelabuhan pada jam - jam tertentu dalam rangka penurunan angka kejahatan (khususnya curanmor), pemasangan spanduk himbauan tentang narkoba dan curanmor dsb, ,polmas (disesuaikan dengan hari rawan di wilayah kawasan Pelabuhan seperti waktu keberangkatan dan kedatangan kapal)


2.      Faktor – faktor yang mempengaruhi implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika.

Ada beberapa factor yang memperngaruhi implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika. Factor – factor tersebut adalah ketentuan perundang – undangan, personil Polsek Kawasan Pelabuhan Timika, Sarana dan atau fasilitas, kondisi masyarakat, dan budaya masyarakat. Di bawah ini akan dijelaskan factor – factor yang mempengaruhi hal tersebut.

a.      Ketentuan perundang – undangan.
Berdasarkan pasal 5 huruf a Perkap no 7 tahun 2008 tentang tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri, Community of interest adalah warga masyakat yang berbentuk suatu kelompok atau merasa menjadi bagian dari suatu kelompok berdasar kepentingan (Community of interest), contohnya kelompok berdasar etnis/suku, agama, profesi, pekerjaan,keahlian, hobi, dan lain-lainnya. Disamping itu berdasarkan pasal 5 huruf c, Polmas juga dapat diterapkan dalam komunitas-komunitas atau kelompok masyarakat yang tinggal di dalam suatu lokasi tertentu ataupun lingkungankomunitas berkesamaan profesi (misalnya kesamaan kerja, keahlian, hobi,kepentingan, dsb), sehingga warga masyarakatnya tidak harus tinggal disuatu tempat yang sama, tetapi dapat saja tempatnya berjauhansepanjang komunikasi antara warga satu sama lain berlangsung secaraintensif atau adanya kesamaan kepentingan, (misalnya : kelompok ojek,hobi burung perkutut, pembalab motor, hobi komputerdan sebagainya)yang semuanya bias menjadi sarana penyelenggaraan Polmas.



b.      Personil Polsek Kawasan Pelabuhan Timika.
Keterbatasan jumlah personil dalam menangani segala kegiatan perpolisian di wilayah hukumnya mendorong Personil Polsek Kawasan Pelabuhan Timika untuk memberdayakan potensi masyarakat yang ada untuk melaksanakan polmas.
c.       Sarana dan atau fasilitas.
Keterbatasan sarana dan prasarana yang dimiliki dalam menangani segala kegiatan perpolisian di wilayah hukumnya mendorong Personil Polsek Kawasan Pelabuhan Timika untuk memberdayakan potensi masyarakat yang ada untuk melaksanakan polmas.
d.      Kondisi masyarakat
Wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika terdiri dari dua kawasan pelabuhan yang terpisah, yakni Pelabuhan bongkar muat dan Penumpang dan Pelabuhan Perikanan. Kemudian adanya masyarakat yang bermukim di kawasan pelabuhan dari masyarakat suku Kamoro, dimana yang seharusnya kawasan pelabuhan harus steril dari pemukiman masyarakat. Adapun kegiatan masyarakat yang ada di sekitar kawasan pelabuhan adalah berdagang dan jasa. Oleh karenanya berdasarkan hal tersebut diatas Polsek Kawasan Pelabuhan Timika bersama – sama dengan masyarakat memberdayakan potensi yang ada melalui program Pam Swakarsa untuk memberikan rasa aman dan tertib kepada masyarakat.
e.       Budaya masyarakat
Budaya gotong royong saling membantu dan adanya rasa kepedulian untuk turut menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungannya telah mendorong masyarakat untuk bersama – sama dengan polisi memelihara ketertiban dan mengurangi kejahatan di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika

BAB III
PENUTUP

1.      Kesimpulan
a.       Implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika dilaksanakan melalui program Pam Swakarsa. Adapun program tersebut dilaksanakan melalui pembentukan Forum Komunikasi Polisi dan Masyarakat (FKPM), meningkatkan siskamling dan Patroli gabungan, memasang portal di area parkir pelabuhan pada jam - jam tertentu dalam rangka penurunan angka kejahatan (khususnya curanmor), pemasangan spanduk himbauan tentang narkoba dan curanmor dsb, ,polmas (disesuaikan dengan hari rawan di wilayah kawasan Pelabuhan seperti waktu keberangkatan dan kedatangan kapal)
b.      Faktor – faktor  yang memperngaruhi implementasi Polmas di wilayah hukum Polsek Kawasan Pelabuhan Timika. Factor – factor tersebut adalah adanya ketentuan dalam pasal 5 huruf b dan c yang mengatur tentang implementasi Polmas melalui Pam Swakarsa, keterbatasan jumlah personil serta sarana dan prasarana Polsek Kawasan Pelabuhan Timika, kondisi masyarakat yang mengelompok berdasarkan pekerjaan, profesi, dll, dantumbuhnya budaya saling membantu serta kesadaran untuk turut serta menjaga keamanan dan ketertiban di lingkungan masyarakat itu sendiri.
2.      Saran
a.       Agar implementasi polmas yang sudah ada dapat dikembangkan sesuai dengan interest masyarakat yang lainnya. Seperti komunitas masyarakat seni lukis, tari, komunitas olahraga (sepakbola, basket, dll) dan pencinta binatang.

b.      Agar implementasi Polmas terus diselenggarakan dan dibina secara terencana berkelanjutan sehingga pada akhirnya dapat menjadi budaya yang melekat bagi masyarakat di wilayah Hukum Polsek Kawasan Pelabuhan dan dapat menjadi contoh / model bagi masyarakat lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

Keputusan Kapolri No. Pol. : SKEP/737/X/2005 tanggal 13 Oktober 2005 tentang Kebijakan dan Strategi Penerapan Model Perpolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri

Peraturan Kapolri nomor 7 tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Strategi dan Implementasi Pemolisian Masyarakat dalam Penyelenggaraan Tugas Polri



UPAYA PENCEGAHAN DAN PEMBERANTASAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KAMPUNG AMBON

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
            Berkembangnya suatu Negara berarti begitu banyak hal yang akan muncul dan masalah yang harus diselesaikan. Masalah penyalahgunaan narkoba sampai sekarang masih menjadi masalah yang memusingkan kita semua ditinjau dari berbagai aspek kehidupan. Fenomena ini merupakan suatu kejutan baru dimana banyak tenaga ahli diberbagai bidang belum mampu menyikapi atau mengantisipasi keadaan ini secara optimal. Akibatnya banyak masyarakat yang terjerumus kedalam lingkungan narkoba dan kehilangan segala hal.
            Narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya (NAPZA) yang biasa disebut narkoba merupakan jenis obat/zat yang diperlukan di dalam dunia pengobatan. Akan tetapi apabila dipergunakan tanpa pembatasan dan pengawasan yang seksama dapat menimbulkan ketergantungan serta dapat membahayakan kesehatan bahkan jiwa pemakainya.
Penyalahgunaan narkoba pada akhir tahun ini dirasakan semakin meningkat. Dapat kita amati dari pemberitaan-pemberitaan baik di media cetak maupun elektronika yang hampir setiap hari memberitakan tentang penangkapan para pelaku penyalahgunaan narkoba oleh aparat keamanan. Kebanyakan pelakunya adalah remaja belasan tahun, mereka pasti sudah mengerti tentang bahaya mengkonsumsi narkoba, tapi mengapa mereka menggunakannya.
            Di Jakarta terdapat suatu kawasan yang bernama kampong Ambon dimana kawasan tersebut dikatakan sebagai sarangnya narkoba karena pemakaian dan transaksi narkoba di kawasan tersebut seperti sudah menjadi hal biasa. Awal mulanya kawasan kampong Ambon berasal dari kebijakan Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin untuk memindahkan orang – orang Ambon yang menetap di kawasan Senen dan Kwitang ke pinggiran kota pada tahun 1973. Pada awalnyaorang yang menetap di kampong Ambon tidak terlalu banyak, sekitar 400 keluarga. Tapi seiring berjalannya waktu jumlah orang Ambon yang menjadi warga kampong Ambon terus bertambah, bahkan sekarang diperkirakan ada 2000 kepala keluarga asal Ambon.
            Tak ada yang tahu, sejak kapan kampong Ambon di “cap” sebagai sarang narkoba, tetapi menurut beberapa warga pada awal 1990-an sudah ada peredaran narkoba disana. Sekarang Kampung Ambon merupakan tempat yang aman untuk bersembunyi sambil memakai narkoba bahkan sekarang sudah menjadi tempat mengedarkan narkoba karena bebas dari pengawasan aparat. Di kampong Ambon memang terkenal akan peredaran, label surga belanja pemakai narkoba yang disematkan ke kawasan ini bahkan termasyur sampai ke luar kota. Hilir mudik para pengedar dan pemakai narkoba yang mendatangi kawasan ini tidak hanya kalangan bawah atau menengah, pejabat pemerintah, selebriti, bahkan anggota legislative sering berkunjung ke kawasan ini, bahkan beberapa saat lalu ada pejabat pemerintah yang ditangkap aparat Polri.
            Meski sudah berkali – kali diadakan operasi, tempat ini terus kembali subur dengan praktek transaksi narkoba karena diduga kawasan tersebut dilindungi oleh aparat pemerintahan baik TNI maupun Polri bahkan yang menjaga kawasan ini merupakan anggota salah satu ormas di Jakarta
B.     Permasalahan
Dalam tulisan ini, penulis mengangkat permasalahan mengenai
1.      Mengapa transaksi dan penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon tetap terjadi / tetap berjalan?
2.      Bagaimana upaya penaggulangan terhadap bahay narkoba di Kampung Ambon?









BAB II
KAJIAN TEORI

A.    Pengertian Narkoba
Narkotika adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakannya dengan cara memasukkan obat tersebut ke dalam tubuhnya, pengaruh tersebut berupa pembiasan, hilangnya rasa sakit rangsangan, semangat dan halusinasi. Dengan timbulnya efek halusinasi inilah yang menyebabkan kelompok masyarakat terutama di kalangan remaja ingin menggunakan Narkotika meskipun tidak menderita apa-apa. Hal inilah yang mengakibatkan terjadinya penyalahgunaan Narkotika (obat). Bahaya bila menggunakan Narkotika bila tidak sesuai dengan peraturan adalah adanya adiksi/ketergantungan obat (ketagihan).

Adiksi adalah suatu kelainan obat yang bersifat kronik/periodik sehingga penderita kehilangan kontrol terhadap dirinya dan menimbulkan kerugian terhadap dirinya dan masyarakat. Orang-orang yang sudah terlibat pada penyalahgunaan Narkotika pada mulanya masih dalam ukuran (dosis) yang normal. Lama-lama pengguna obat menjadi kebiasaan, setelah biasa menggunakan mar kemudian untuk menimbulkan efek yang sama diperlukan dosis yang lebih tinggi (toleransi). Setelah fase toleransi ini berakhir menjadi ketergantungan, merasa tidak dapat hidup tanpa Narkotika.

B. Kemungkinan yang terjadi pada pengguna Narkoba
Banyak orang beranggapan bagi mereka yang sudah mengkonsumsi narkotika secara berlebihan beresiko sebagai berikut :

1. Sebanyak 60% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan kematian karena zat- zat yang terkandung dalam Narkotika mengganggu sistem kekebalan tubuh mereka sehingga dalam waktu yang relatif singkat bisa merenggut jiwa si pemakai.

2. Sebanyak 20% orang beranggapan bahwa pengguna Narkotika dapat bertindak nekat/bunuh diri karena pemakai cenderung memiliki sifat acuh tak acuh terhadap lingkungannya. Ia menganggap dirinya tidak berguna bagi lingkungannya ini yang memacunya untuk bertindak nekat.

3. Sebanyak 15% orang beranggapan bahwa Narkotika dapat menyebabkan hilangnya kontrol bagi si pemakainya, karena setelah mengkonsumsi Narkotika. Zat-zat yang terkandung di dalamnya langsung bekerja menyerang syaraf pada otak yang cenderung membuat tidak sabar dan lepas kontrol.

4. Sebanyak 5% orang beranggapan bahwa Narkotika menimbulkan penyakit bagi pemakainya. Karena di dalam Narkotika mengandung zat yang mempunyai efek samping yang menimbulkan penyakit baru.
C.    Pengertian Hukum Kepolisian
Hukum kepolisian adalah suatu perangkat hukum yang mengatur segala sesuatu yang berkaitan dengan kepolisian. Dimana bila dilihat dari segi kata pokok kepolisian maka polisi dapat diartikan sebgai fungsi yang menyangkut tugas dan wewenang atau organ yang menyangkut organisasi dan administrasi.
Artinya dalam hukum kepolisian sebuah aturan dan wewenang atau hak akan sangat memiliki peran aktif dalam membantu kepolisian untuk melakukan tugas-tugasnya dan tindakan-tindakannya, dimana timbal balik kedua perangkat tersebut secara harfiah menghasilkan 2 (dua) pengertian arti hukum yang diantaranya :
1        Hukum kepolisian bersifat materiil
2        Hukum kepolisian bersifat Formal
            Dimana sifat dari hukum kepolisian adalah mengatur dan memaksa memuat baik ketentuan procedural maupun substantive. Dimana sifat mengatur memberi pedoman tentang cara pelaksanaan tugas polisi yang sebaiknya dan hukum yang tujuannya hanya member pedoman tentang bagaimana yang sebaiknya. Sedangkan sifat memaksanya adalah member paksaan kepada polisi untuk melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai ketentuan perundang – undangan dan kewajiban umumnya dan bagi yang tidak mematuhinya akan dikenakan sanksi
d. Teori Pencegahan Kejahatan
            Meliputi segala tindakan yang mempunyai tujuan khusus untuk memperkecil luas lingkup dan kekerasan, baik melalui pengurangan kesempatan untuk melakukan kejahatan ataupun melalui usaha pemberian pengaruh kepada orang yang potensial dapat menjadi pelanggar serta kepada masyarakat umum.

e. Teori Kontrol Sosial
            Penyimpangan merupakan hasil :
-          Kegagalan dalam menanamkan norma – norma perilaku yang secara sosial diterima dan ditentukan.
-          Runtuhnya control internal.
-          Tiadanya aturan – aturan sosial yang menentukan tingkah laku di dalam keluarga, sekolah dan kelompok lainnya











BAB III
PEMBAHASAN

            Hukum kepolisian merupakan hukum yang tidak dapat dipisahkan dari disiplin ilmu dan disiplin hukum yang berlaku universal. Hukum kepolisian sebagai hukum positif untuk melaksanakan kebijakan criminal baik dalam melaksanakan kebijakan hukum pidana maupun kebijakan diluar hukum pidana, yang merupakan bagian integral politik sosial untuk mewujudkan tujuan nasional yang tercantum dalam alinea ke empat pada pembukaan undang – undang dasar 1945. Oleh karena itu, dalam penerapan hukum kepolisian sangat besar sekali pengaruh Polri baik hukum pidana maupun diluar hukum pidana untuk mengintegrasikan perencanaan pembangunan baik dalam subtansi hukum kepolisian maupun budaya hukm kepolisian untuk pencegahan kejahatan dalam mewujudkan tujuan hukum dan tujuan nasional. Terjadinya konflik masyarakat baik horizontal maupun vertical yang berakibat wujud konkrit masyarakat selalu bertingkah laku beringas dan kasar. Sedangkan para penyelenggara Negara baik didaerah maupun pusat tidak malu – malu melakukan berbagai macam tindak pidana seperti narkoba, kedua budaya tersebut sulit dihilangkan, selama hukum kepolisian belum dirumuskan secara konkrit dan tepat.

III.1 Mengapa transaksi dan penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon tetap terjadi / berjalan?
Dalam permasalahan yang terjadi di kampong Ambon dimana dalam penanganannya aparat keamanan seakan – akan tak mampu menyentuh kawasana tersebut, Polisi bak macan ompong, nyatanya sudah berkali – kali polisi menggrebek, narkoba tetap saja marak di wilayah yang banyak dihuni masyarakat Ambon. Disamping ketidak mampuan aparat keamanan dalam mengatasai permasalahan narkoba di kampong Ambon juga adanya kecurigaan bahwa aparat keamanan ikut pula “ bermain “ di kampong Ambon sangat masuk akal. Sebagai ladang penghasil uang, sangat mungkin dan hal ini sudah menjadi “ tradisi “ dimana para Bandar menyetor duit ke sejumlah aparat keamanan baik BNN,Polri maupun TNI dengan imbalan bisnis mereka tidak dibersihkan. Wajar jika ada yang sinis menyebutkan bahwa penggerebekan selama ini terjadi sebenarnya sia – sia. Sebelumnya para Bandar sudah mendapat informasi dari kaki tangan mereka dari aparat keamanan. Jadi meskipun telah berkali – kali dilakukan penggrebekan dan razia dari aparat keamanan tetap saja terjadi  penyalahgunaan di kampong Ambon.
Disamping adanya “ permainan “  dengan aparat keamanan, transaksi dan penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon sudah mengakar dan turun temurun, dari generasi ke generasi sehingga sangat sulit untuk diberantas. Meskipun sudah tidak terhitung lagi sampai beberapa kali instansi dan aparat keamanan melakukan penyuluhan dan pembinaan mengenai bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkoba terhadap masyarakat di kampong Ambon tetapi tetap saja terjadi penyalahgunaan narkoba

III.2     Bagaimana upaya penaggulangan terhadap bahaya narkoba di Kampung Ambon?
            Berbagai upaya telah dilakukan oleh berbagai instansi yang terkait dan aparat keamanan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba atau menurangi penyalahgunaan narkoba di kampong Ambon. Upaya pemberantasan narkotik di Kampung Ambon tidak bisa dilakukan hanya oleh aparat keamanan dalam hal ini pihak kepolisian maupun BNN tetapi butuh komitmen dan dukungan dari  semua pihak, seperti pemerintah daerah, tokoh masyarakat dan juga peran serta dari seluruh lapisan masyarakat setempat.
            Masing – masing pihak telah mencoba menjalankan programnya dalam usaha mencegah peredaran narkoba di kampong ambon seperti dari pihak pemerintah daerah dengan operasi yustisi. Cara ini dianggap cukup efektif karena maraknya peredaran narkotik mengundang banyak warga pendatang dari luar Jakarta ke Kampung Ambon. Mereka tergiur oleh             bisnis narkoba, makanya tinggal juga di sana. Operasi yustisi juga dimaksudkan untuk mendata kembali penduduk yang memang tinggal di kampung itu. Karena Pemerintah daerah juga  yakin tidak semua warga di sana adalah pengedar narkotik. Biar tahu mana penduduk asli dan yang pendatang. Disamping operasi yustisi yang dilakukan, pemerintah daerah juga sering melakukan penyuluhan dan pembinaan melalui dinas sosial dan dinas kesehatan mengenai bahaya dan dampak dari penyalahgunaan narkoba.
            Disamping apa yang telah dilakukan oleh pemerintah daerah, pihak kepolisian juga telah melakukan upaya - upaya untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan narkoba di Kampung Ambon, misalnya dengan melakukan operasi penindakan / razia, pembinaan dan penyuluhan, melakukan patroli rutin di kawasan kampong Ambon, mendirikan pos polisi di kawasan kampong Ambon tersebut dan upaya – upaya lainnya. Tetapi upaya – upaya yang telah dilakukan oleh berbagai pihak tersebut masih belum mampu mengatasi permasalahan penyalahgunaan narkoba di kampong Ambon.
Satu – satunya jalan yang dibutuhkan untuk menumpas habis narkoba disana hanyalah komitmen dan keseriusan seluruh aparat keamanan, termasuk TNI. Kepolisian dan TNI mesti bertindak tegas; menangkap dan menghukum seberat – beratnya jika ada anggotanya yang terlibat bisnis illegal itu. Bahkan jika perlu para pemimpin dari masing – masing instansi terjun langsung mengawasi pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pemberantasan narkoba di Kampung Ambon.
Kemudian setiap perbuatan tentu ada konsekuensinya dimana setiap masyarakat maupun aparat yang terlibat di dalamnya mesti dihukum seberat – beratnya. Jika jaminan ini diberikan maka upaya pembersihan dikampung Ambon niscaya lebih mudah dilaksanakan. Sebab warga setempat yang selama ini reaktif terhadap penggrebekan karena khawatir ditangkap, bisa berbalik setuju jika kawasan mereka dibebaskan dari narkoba. Upaya – upaya tersebut diatas tentunya merupakan penjabaran tugas dari metode – metode yang digunakan dalam pemberantasan narkoba.
Metode – metode yang digunakan adalah :
A.    Promotif disebut juga program preemtif atau program pembinaan. Program ini ditujukan kepada masyarakat yang belum memakai narkoba, atau bahkan belum mengenal narkoba. Prinsipnya adalah dengan meningkatkan peranan atau kegiatan agar kelompok ini secara nyata lebih sejahtera sehingga tidak pernah berpikir untuk memperoleh kebahagiaan semua dengan memakai narkoba.

B.     Preventif disebut juga program pencegahan. Program ini ditujukan kepada masyarakat sehat yang belum mengenal narkoba agar mengetahui seluk beluk narkoba sehingga tidak tertarik untuk menyalahgunakannya. Selain dilakukan oleh pemerintah (instansi terkait), program ini juga sangat efektif jika dibantu oleh instansi dan institusi lain, termasuk lembaga profesional terkait, lembaga swadaya masyarakat, perkumpulan, ormas dan lain-lain.

C.    Kuratif disebut juga program pengobatan. Program kuratif ditujukan kepada pemakai narkoba. Tujuannya adalah mengobati ketergantungan dan menyembuhkan penyakit sebagai akibat dari pemakaian narkoba, sekaligus menghentikan pemakaian narkoba. Tidak sembarang orang boleh mengobati pemakai narkoba. Pemakaian narkoba sering diikuti oleh masuknya penyakit-penyakit berbahaya serta gangguan mental dan moral. Pengobatannya harus dilakukan oleh dokter yang mempelajari narkoba secara khusus.Pengobatan terhadap pemakai narkoba sangat rumit dan membutuhkan kesabaran luar biasa dari dokter, keluarga, dan penderita. Inilah sebabnya mengapa pengobatan pemakai narkoba memerlukan biaya besar tetapi hasilnya banyak yang gagal. Kunci sukses pengobatan adalah kerjasama yang baik antara dokter, keluarga dan penderita.

D.    Rehabilitatif adalah upaya pemulihan kesehatan jiwa dan raga yang ditujukan kepada pemakai narkoba yang sudah menjalani program kuratif. Tujuannya agar ia tidak memakai lagi dan bebas dari penyakit ikutan yang disebabkan oleh bekas pemakaian narkoba. Seperti kerusakan fisik (syaraf, otak, darah, jantung, paru-paru, ginjal, dati dan lain-lain), kerusakan mental, perubahan karakter ke arah negatif, asosial. Dan penyakit-penyakit ikutan (HIV/AIDS, hepatitis, sifilis dan lain-lain).

E.     Represif Program adalah program penindakan terhadap produsen, bandar, pengedar dan pemakai berdasar hukum.

Metode pencegahan dan pemberantasan narkoba yang paling mendasar dan efektif adalah promotif dam preventif. Upaya yang paling praktis dan nyata adalah represif. Upaya manusiawi adalah kuratif dan rehabilitatif.




BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan

         Bahwa Narkotika adalah obat terlarang sehingga siapapun yang mengkonsumsi atau menjualnya akan dikenakan sanksi yang terdapat pada UU No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Dilarang keras untuk mengkonsumsi dan menjualnya selain itu di dalam UU RI No.35 Tahun 2009 tentang Narkotika hanya dapat digunakan untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan.
Penyalahgunaan narkoba di kampong Ambon sudah turun temurun sehingga perlu perhatian khusus dari pemerintah daerah, sehingga tradisi yang jelek ini tidak terjadi secara terus menurus yang tentunya kelak yang akan menjadi korbannya adalah anak cucu kita.
Perlu adanya upaya yang serius dari aparat penegak hukum sehingga tidak terkesan bahwa upaya yang dilakukn oleh aparat keamanan di kampong Ambon hanya sebatas formalitas saja dan hanya mencari popularitas murahan saja. Dengan berbagai upaya seperti upaya preemtif, preventif dan represif. Program Preemtif dilaksanakan dengan cara sosialisasi, preventif dilaksanakan dengan cara penyuluhan dan razia, sedangkan Represif ( penindakan ) dimulai dari penyelidikan, penyidikan hingga penangkapan. Pada kenyataannya secara keseluruhan aparat keamanan hanya terfokus pada pelaksanaan razia dan penindakan, sedangkan sosialisasi dan penyuluhan tidak dilakukan secara optimal.

B.Saran

        Harapan kami agar di negara kita terutama masyarakat umum menyadari akan bahaya memakai atau mengkonsumsi Narkotika. Oleh karena itu, kita sebagai generasi muda seharusnya lebih berhati-hati dalam memilih teman bergaul, lingkungan, sebab jika kita salah pilih teman lebih-lebih yang sudah kita tahu telah menjadi pecandu hendaknya kita berfikir lebih dulu untuk bersahabat dengan mereka. Saran yang diberikan penulis adalah :
Untuk aparat keamanan :
1.      Pihak kepolisian diharapkan agar melaksanakan upaya atau program pemberantasan narkoba secara seimbang mulai dari sosialisasi, penyuluhan, razia dan penindakan. Mengingat kepolisian lebih mengutamakan razia dan penindakan
2.      Untuk meningkatkan upaya pencegahan penyalahgunaan narkoba, agar Polri dan BNN diharapkan dapat melaksanakan upaya sosialisasi dan penyuluhan secara mandiri dengan substansi materi yang diberikan secara mendalam dan menggunakan alat peraga, agar penyuluhan lebih bermakna.
3.      Melakukan kerja sama dengan berbagai instansi yang terkait untuk memudahkan koordinasi dan pelaksanaan tugas di lapangan
Kepada Masyarakat :
1.      Untuk mengoptimalkan upaya pemberantasan penyalahgunaan narkotika di lingkungan masyarakat, diharapkan masyarakat sendiri harus lebih proaktif untuk melakukan pemberantasan dengan cara member laporan kepada aparat keamanan dan tidak menghalang – halangi atau menutup – nutupi informasi kepada pihak kepolisian ketika sedang melakukan penyelidikan dan penyidikan di Kampung Ambon.
2.      Kesadaran individu merupakan factor utama dalam meluas dan meningkatnya penyalahgunaan narkoba. Oleh karena itu, kepada masyarakat diharapkan agar tidak pernah untuk mencoba bahkan menjadi budak narkoba. Untuk pengedar dan pengguna harus bisa menghentikan dalam menyalahgunakan narkoba dan menyadari bahwa narkoba memiliki dampak yang buruk bagi penggunanya.
3.      Membentengi keluarga dan diri sendiri dengan memperkuat keimanan dan ketaqwaan sehingga tidak mudah tergoda dalam jeratan narkoba.
Kepada Pemerintah :
1.      Agar kiranya melakukan penyuluhan – penyuluhan dan kegiatan sambang melalui instansi terkaitnya mengenai dampak dan bahaya dari narkoba sehingga masyarakat kampong ambon mengetahui dampak dan bahaya dari narkoba.
2.      Memberikan pelatihan – pelatihan atau kegiatan – kegiatan kepada masyarakat kampong Ambon untuk mengalihkan perhatian mereka yang selama ini terfokus pada penyalahgunaan narkoba.
3.      Melakukan operasi yustisi, sehingga dapat mengetahui mana penduduk asli setempat dan mana yang merupakan warga pendatang















DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, R. H. SIK.S.H, M.H, Dr, Prof Hukum Kepolisian. Jakarta : PTIK Press 2011
Sudarsono, Teguh. DR Bungai Rampai. Jakarta : Mulia Angkasa 2007
Topo Santoso, SH, MH dan Eva Avhjani SH, Kriminologi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011
Muhammad Kemal, Strategi Pencegaha Kejahatan. PT Citra Aditya Bhakti, Bandung 1994
                              MENGAWAL DAN MENJAGA KEBIJAKAN PEMERINTAH 
                                           MENGENAI KENAIKAN HARGA BBM


                                                               BAB I PENDAHULUAN

            Untuk mengurangi beban Negara, yang berkaitan dengan pemberian subsidi terhadap BBM yang semakin membengkak, sehingga Pemerintah merencanakan kenaikan BBM untuk merespons harga minyak dunia yang sudah melambung tinggi yang melebihi asumsi harga minyak ICP sebesar USD90 per barel. Polri yang merupakan alat Negara dalam menjaga kamtibmas harus menjaga dan mengawal kebijakan pemerintah tersebut. Dampak dari rencana kenaikan harga BBM ini menimbulkan pro dan kontra di masyarakat. Indonesia yang merupakan Negara demokrasi dimana merupakan system pemerintahan yang segenap rakyat turut serta memerintah dengan perantaraan wakilnya. Sehingga akhir – akhir ini banyak terjadi aksi unjuk rasa menolak rencana kenaikan harga BBM yang tak jarang menimbulkan aksi kekerasan yang melibatkan anggota Polri dengan masyarakat, dimana akibat aksi kekerasan tersebut menimbulkan korban jiwa dari kedua belah pihak. Akibat timbulnya korban dari masyarkat, Polri sering dipojokkan dengan masalah penyalahguanaan kekuasaan sehingga ada tuntutan tentang hak asasi manusia, tetapi dilain pihak sebagai perorangan personil Polri tersebut juga memiliki hak yang sama, dimana dalam Lembaga Kepolisian juga mengatur tentang perlindungan Ham bagi anggota Polri yang diatur dala Peraturan Kapolri no 8 tahun 2009 tentang implementasi prinsip dan standar hak asasi manusia dalam penyelenggaraan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia.


                                                             BAB II PEMBAHASAN
 
               Dalam Perkap no 8 tahun 2009 terdapat pembahasan mengenai perlindungan ham terhadap anggota Polri yakni di pasal 56 dan 57, dimana dalam pasal tersebut menjelaskan mengenai hak – hak yang didapat oleh anggota Polri serta perlindungan ham dari pimpinan atau pejabat Polri. Dalam pasal 56 dan 57 ini hanya sebatas mengatur tentang perlindungan ham yang di dapat dari atasannya / pimpinannya, tetapi tidak ada aturan mengenai atasan atau pimpinan yang tidak member perlindungan ham terhadap anggotanya, dalam pasal ini hanya berupa saran kepada setiap pimpinan atau atasan untuk memberikan perlindungan terhadap anggotanya, tidak ada norma yang mengatur tentang masalah sanksi atau konsekuensi akibat perbuatan melanggar pasal tersebut, kemudian tidak ada juga yang mengatur tentang perlindungan dalam pelaksanaan tugas sebagai anggota Polri, sedangkan perlindungan dalam pelaksanaan tugas sangatlah penting dikarenakan tugas Polri yang semakin berat ke depannya .Tugas Polri yang selalu berhadapan dengan masayarakat dan dimana setiap anggota Polri dituntut untuk mengedepankan Ham dalam pelaksanaan tugasnya tentu tidak sebanding dengan apa yang didapatkan oleh anggota Polri sendiri, dimana tidak ada perlindungan bagi dirinya sendiri sehingga diharapkan nanti kedepannya ada aturan yang mengatur perlindungan dalam pelaksanaan tugas.
               Saat ini dalam setiap pelaksanaan tugasnya aparat kepolisan banyak dibenturkan dengan perasaan ragu – ragu dan kecemasan yang timbul akibat tidak adanya perlindungan Ham bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya,baik perlindungan dari dampak pelaksanaan tugas maupun dampak pribadi yang ditimbulkan, sehingga hal ini mempengaruhi kejiwaan dari setiap anggota Polri sehingga banyak ditemukan adanya penyimpangan yang dilakukan oleh anggota Polri.
               Perlindungan yang ideal bagi anggota Polri tentunya akan membawa dampak yang baik bagi institusi Kepolisian dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat dan dalam menciptakan harkamtibmas, perlindungan yang ideal itu berupa hak – hak yang berlaku bagi anggota Polri dalam pelaksanaan tugasnya dan didukung oleh kewajiban pimpinan atau atasan untuk memberikan support bagi anggota dalam pelaksanaan tugasnya, sehingga tidak ada kesan acuh tak acuh dari pimpinannya, dimana kewajiban tersebut bukan hanya berbentuk saran tetapi wajib dilaksanakan oleh pejabat Polri.


                                                            BAB III KESIMPULAN 

3.1 Kesimpulan
          Dari penjelasan diatas kita dapat menarik kesimpulan bahwa perlindungan HAM terhadap anggota Polri sangatlah penting untuk menunjang pelaksanaan tugas dilapangan, kemudian pada saat ini topic mengenai perlindungan ham bagi anggota Polri hangat diperbincangan dimasyarakat karena resiko dari kinerja Polri tinggi sekali namun dalam pemberian perlindungan, tidak bisa anggota Polri dilindungi secara langsung. Perlindungan tidak hanya berupa perlindungan tidak hanya yang berhubungan dengan atasan dan bawahan tetapi juga mengenai perorangan dari anggota polri tersebut.

3.2 Saran
      a. Disarankan Polri harus merevisi atau membuat perkap baru mengenai Perlindungan Ham terhadap anggota Polri
      b. Menetukan standar perlindungan ham bagi anggota Polri






 by Indra waspada yuda